Sunday, October 12, 2008

Timah: Antara Kutukan dan Berkah

Tentu dari Sekolah Dasar, Anda pasti akan sering menemui soal cerdas cermat "Daerah mana penghasil timah?" Dengan sigap, biasanya kita akan menjawab "Bangka, Belitung dan Singkep". Sekarang, penambangan timah di Belitung dan Singkep telah atau menuju fase berakhirnya era pasca timah. Atau Anda telah membaca Novel Laris karya Andrea Hirata atau filmnya "Laskar Pelangi"? Di situ akan menemukan begitu kentalnya kehidupan orang Bangka Belitung bersama Timah. Saya sendiri, Bapak saya adalah pegawai biasa dan kemudian pensiun untuk lebih dari dua puluh tahun pengabdian bersama PT TIMAH. Timah telah menjadi "berkah" untuk memberikan kehidupan bagi masyarakat Bangka Belitung.

Dahulu, Timah seperti logam "terlarang" dimana tidak sembarangan orang dapat memproduksi atau memperjualbelikan. Monopoli sangat kental dalam praktek bisnis timah ini. Seiring dengan era repotnasi eh reformasi, bisnis ini kemudian dibuka. Timah telah memberikan warna kehidupan baru bagi pengusaha timah, yang mendadak kaya jika "lubang camuy" nya memperlihatkan pasir timah yang berwarna hitam. Anak-anak banyak kehilangan minat sekolah karena lebih mudah dan cepat menghasilkan uang jika ikut "nge-TI". Ya, TI atau tambang inkonvensional merupakan unit bisnis baru yang menggiurkan yang dilakukan oleh rakyat sekaligus berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang maha dahsyat karena proses reklamasi yang ugal-ugalan bahkan ogah-ogahan untuk dilakukan.

Disebut inkonvensional, karena teknik produksinya telah menggunakan mesin diesel terutama untuk menyemprot lapisan pasir sehingga yang tersisa pasir timah yang memiliki berat jenis yang lebih besar. Dahulu, proses konvensional penambangan timah menggunakan "dulang" seperti dalam proses penambangan emas tradisional. Dampaknya, lubang-lubang bertebaran, berbentuk besar membentuk "kolong" alias danau buatan yang menampung air. Hutan-hutan mulai gundul, dan suhu udara semakin panas di Pulau Bangka. Kerusakan lingkungan bukan lagi cerita, tetapi mulai mengancam. Berkah Timah telah mulai menunjukkan tanda-tanda menjadi sebuah Kutukan.


Tanda-tanda hancurnya lingkungan dapat dilihat dari atas udara begitu banyaknya "bolong" di atas tanah Bangka. Tapi, sekali lagi, Timah juga menjadi mata pencaharian yang sangat penting bagi masyarakat untuk melanjutkan hidupnya. Timah tampaknya seakan-akan memberikan berkah sekaligus kutukan. Ini pula yang membawa kita pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development). Dimana pembangunan saat ini tidak mengorbankan kepentingan pembangunan di masa depan. Karena Timah menjadi sumber peningkatan pendapatan masyarakat, maka yang harus diperbaiki adalah proses penambangan dan peningkatan nilai tambahnya (good mining process) serta harus dijamin adanya proses reklamasi yang mengembalikan fungsi lingkungan.

Mudah-mudahan kesulitan dan kenikmatan hari ini tidak membuat kita membabi buta untuk melupakan kehidupan hari esok yang juga harus lebih baik.

No comments:

Siapa saya?

My photo
Saya lahir di sebuah kota kecil, Sungailiat, ibukota Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Saya menjalani pendidikan TK, SD, MI, dan SMP di Sungailiat dan melanjutkan pendidikan "gratis" di SMA Taruna Nusantara Magelang Provinsi Jawa Tengah. Selepas SMA, saya melanjutkan pendidikan S1 saya di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Lulus pada tahun 2001, saya kemudian menjadi Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia hingga sekarang. Tahun 2005, saya menyelesaikan pendidikan S2 Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia (UI) dan saat ini sedang menyelesaikan program doktor (S3) di program studi yang sama. Penulisan blog ini tidak terlepas dari bagian tanggung jawab sosial saya kepada daerah kelahiran saya yang tercinta, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai provinsi baru, saya sangat berharap, pada masa depan, daerah ini akan menjadi tanah harapan pengembangan Indonesia yang lebih baik.